Ilmu Komunikasi Islam: bab 3 konsep dasar komunikasi islam
Bab
3
Beberapa
Konsep Dasar Komunikasi Islam
1.
Komunikasi ada sejak manusia ada
Allah SWT berfirman:
“Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia
dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunnya dari saripati air yang hina.
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur”. (QS. As-Sajdah (32): 7-9)
Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “memulai penciptaan manusia
dari tanah” maksudnya Adam, bapak seluruh manusia.[1]
Berdasarkan ayat ini dipahami bahwa Adam maupun anak keturunannya termasuk kita
diciptakan oleh Allah dengan perangkat komunikasi yang sama.
Setelah perangkat
komunikasi berupa lisan, pendengaran, penglihatan dan fu’ad (hati) semuanya
sudah siap dan berfungsi, maka Allah SWT mulai berkomunikasi dengan Adam.
Komunikasi pertama adalah saat Allah mengajarkan kepadanya seluruh ‘asma
(kosakata). Lalu setelah itu, Adam diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan
kepada para malaikat kosakata yang telah diajarkan kepadanya.
Ketika pesan yang
dikomunikasikan berupa kosakata sudah diajarkan kepada Adam dan kepada para
malaikat, maka Allah menciptakan Hawwa sebagai pasangan hidup dan teman Adam
untuk berkomunikasi.
Selain Adam dan Hawwa
, Tuhan juga menciptakan malaikat dan iblis. Dua jenis makhluk ini memang
secara fisik tidak bisa dilihat oleh manusia, tetapi memiliki peran cukup
signifikan dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an menceritakan kepada pembacanya
tentang bisikan iblis kepada Adam dan Hawwa. Dengan tipu dayanya, iblis mampu
masuk ke dalam pikiran Adam dan Hawwa lewat pintu keabadian. Iblis yang tahu
psikologi manusia yang senang dengan keabadian mendapatkan peluang untuk
menggoda Adam dan Hawwa bahwa larangan Allah mendekati pohon “al-khuld” itu
maksudnya adalah agar Adam dan Hawwa tidak abadi di surga. Tapi kalau mereka
memakannya maka mereka berdua akan merasakan kenikmatan surga selama-lamanya.
Bisikan tersebut ternyata mendapatkan tempat di hati Adam dan Hawwa yang
akhirnya keduanya takluk dan mengikuti bisikan iblis.
Di antara pelajaran
yang dapat kita ambil berdasarkan informasi dari Al-Qur’an di atas adalah:
a. Komunikasi sudah
disiapkan oleh Allah sejak manusia pertama diciptakan
b. Perangkat komunikasi
paling penting yang diciptakan Allah pendengaran, penglihatan dan fu’ad (hati)
c. Dengan perangkat
komunikasi, Adam mendapatkan kesempatan terhormat untuk berkomunikasi dengan
Allah. Ini adalah bentuk komunikasi manusia dengan penciptanya
d. Manusia memerlukan
teman untuk berkomunikasi, untuk berbagi rasa dan untuk mendapatkan ketenangan
hidup. Ini adalah bentuk komunikasi manusia dengan sesamanya
e. Informasi lain yang
juga dapat diserap oleh pembaca Al-Qur’an di antaranya adalah tentang jumlah
kosakata yang di ajarkan oleh Allah kepada Adam yang banyak sehingga
memungkinkannya untuk mengomunikasinya semua hal yang beliau inginkan.
f. Komunikasi lain yang
terjadi pada manusia adalah komunikasi dalam diri yang dipengaruhi oleh bisikan
baik malaikat atau pun iblis. Dengan bisikan itu manusia bisa baik dan buruk.
2. Komunikasi Terkait
dengan Pandangan Islam Terhadap Manusia
Dalam pandangan Islam,
manusia adalah makhluk empat dimensi, yaitu:
a. Sebagai makhluk Allah,
manusia memiliki ketergantungan dengan penciptanya, harus mengabdi dan
melaksanakan segala perintah-Nya.
b. Sebagai diri (nafs),
manusia adalah makluk yang memiliki dua dimendi, baik dan jahat, dan mereka
bergulat dengan dua kekuatan ini
c. Sebagai makhluk sosial
manusia tidak mungkin hidup menyendiri dan memisahkan diri dari komunikasinya
d. Manusia tidak bisa
mengelak untuk berinteraksi dengan makhluk selain manusia yang ada di muka
bumi.
Empat dimensi di atas
melahirkan empat jenis komunikasi, yaitu komunikasi dengan Allah, komunikasi
dengan diri sendiri, komunikasi dengan sesama manusia, dan komunikasi dengan
alam di sekitarnya.
3. Komunikasi Adalah
Kebutuhan Dasar Hidup Manusia
Dalam bukunya Motivation and Personality, Maslow
mengatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan yang berjenjang. Lima jenjang
kebutuhan pokok manusia menurut beliay dijelaskan sebagai berikut:
a. Kebutuhan
mempertahakan hidup (physiological needs).
Manifestasi kebutuhan ini tampak pada tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan
papan.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs). Manifestasi kebutuhan ini
antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada,
kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang
adil, pensiun, dan jaminan hari tua.
c. Kebutuhan sosial (social needs). Manifestasi kebutuhan ini,
antar lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk
maju dan tidak gagal (sense of
achievenment), dan kekuatan ikut serta (sense
of participation).
d. Kebutuhan akan
penghargaan/prestise (esteem needs),
semakin tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini
dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya tongkat komandan, mobil mercy,
kamar kerja yang full AC, dan lain-lain.
e. Kebutuhan mempertinggi
kapasitas kerja (self-actualization),
kebutuhan ini menifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas
mental dan kapasitas kerja, melalui on
the job training, of the job training,
seminar, konferensi, dan lain-lain.
Sebelum Maslow, dalam
literatur klasik, seorang intelektual Muslim, Imam Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790
H)[2]
membagi kebutuhan manusia dalam tiga kategori, yaitu: dharuriyyat (hal-hal mendasar yang harus ada pada setiap manusia
yang membuat hidup ini berlangsung, baik menyangkut kemaslahatan dunia ataupun
agama), hajiyyat (kebutuhan manusia
agar hidup lebih mudah, lebih lapang, sesuai dengan kebutuhan standar, tidak
membuat seseorang menjadi susah tetapi tidak termasuk dalam kategori mewah), dan tahnsiniyat (kebutuhan yang terkait dengan kenyamanan seperti makan
dengan kualitas yang baik, minuman yang lezat, tinggal di perumahan yang mewah,
kamar yang luas, dan sebagainya[3]).
4. Komunikasi adalah
Wujud dari Kasih Sayang Allah Terhadap Manusia
Rahmat adalah lawan
kata dari mudarat dengan segala jenis bentuknya dan merupakan salah satu sifat
Allah yang paling menonjol. Di antara bentuk rahmat dan wujud kasih sayang
Allah kepada seluruh manusia adalah kemampuan berkomunikasi dengan sesama
dengan berbagai macam bahasa. Dengan komunikasi manusia mampu menjalin kasih.
Allah menyebut
komunikasi dengan istilah “bayan”, yang artinya kemampuan menyampaikan sesuatu
dengan jelas. Sadar bahwa komunikasi adalah rahmat seharusnya menuntun kita
untuk memanfaatkan nikmat yang disediakan oleh Allah ini untuk hal-hal yang
disukai oleh-Nya bukan untuk membuat-Nya murka.
Salah satu dari bentuk
realisasi kasih sayang Allah kepada hamba-Nya dalam berkomunikasi adalah dengan
memberi kesempatan bertobat dan mengevaluasi diri setiap hari. Bentuk kasih
sayang lainnya dari Allah lewat Rasul-Nya adalah melarang manusia untuk tidak
saling berkomunikasi lebih dari tiga hari jika didasarkan atas alasan
kebencian.
5. Komunikasi Bertujuan
Untuk Saling Mengenal Antarmanusia Buat Mewujudkan Semangat Takwa
Menurut ajaran Islam,
ta’aruf tidak sekedar untuk menghubungkan antarmanusia, baik yang memiliki
hubungan nasab atau tidak, tetapi juga bertujuan untuk menebarkan nilai positif
kepada setiap orang yang berkenalan dengan kita.
Kebutuhan manusia
untuk berkomunikasi dengan sesama terwujud dalam berbagai aktivitas. Di antara
yang sangat dianjurkan oleh Islam adalah menggencarkan silahturahmi.
Berdasarkan prinsip ini, maka menjadi kewajiban media Islam baik cetak maupun
elektronik untuk memproduksi siaran atau berita yang menggesa pemirsa atau
pembacanya untuk mencintai nilai-nilai ketakwaan.
6. Komunikasi Bertujuan
Untuk Menebar Semangan Silm (Kedamaian Dan Kenyamanan)
Dalam perspektif
Islam, akhir dari proses komunikasi adalah mengantarkan manusia untuk merasakan
kehidupan yang damai dan nyaman (silm). Di antara bukti menyatunya prinsip silm
dalam komunikasi adalah celaan Allah SWT terhadap setiap orang yang suka
mengumpat dan mencela baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
Allah berfirman:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. (QS. Al-Humazah (104):1)
Selain itu, Rasulullah
SAW juga menyatakan bahwa tidak beriman orang yang tetangganya tidak nyaman
dengan gangguannya. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak masuk surga orang yang keluarganya tidak aman dari
gangguan.”[4]
Semangat silm inilah
yang bisa mengantarkan Islam mampu merealisasikan cita-citanya untuk menjadi
rahmatan lil’alamin.
7. Komunikasi adalah
Paket
Dalam ajaran Islam,
pesan yang diucapkan oleh lisan atau digoreskan oleh pena atau yang
diisyaratkan oleh anggota tubuh merupakan terjemahan dari keinginan hati. Lisan
atau goresan pena atau gerak tubuh adalah juru bicara dari hati. Sejatinya,
ketiga komponen tersebut harus satu paket. Ketika hati bersedih, lisan
normalnya tidak kuasa untuk tidak mengungkapkan rasa, lalu diikuti oleh mata
yang berbinar dan akhirnya menangis. Karena sumber pesan adalah hati dan hati
merupakan sumber kehendak, maka pesan yang dikeluarkan oleh lisan atau tulisan
adalah terjemahan dari kehendak hati. Hati yang baik akan memproduksi
pesan-pesan yang indah dan menyejukkan, juga sebaliknya.
8. Komunikasi Memiliki
Efek Dunia Dan Akhirat
Komunikasi
antarmanusia merupakan aktivitas menyampaikan dan menerima pesan dari dan
kepada orang lain. Saat berlangsung komunikasi, proses pengaruh memengaruhi
terjadi. Di samping itu, komunikasi juga bertujuan untuk saling mengenal,
berhubungan, bermain, saling membantu, berbagi informasi, mengembangkan
gagasan, memecahkan masalah,meningkatkan produktivitas, membangkitkan semangat
kerj, meyakinkan, menghibur, mengkukuhkan status, membius, dan menciptakan rasa
persatuan.[5]
Rasulullah bersabda:
“Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda:
Tidak ada seorang pun yang mengefektifkan lisannya untuk kebenaran, lalu apa
yang dia katakan diamalkan oleh orang setelahnya, kecuali Allah akan
mengalirkan pahalanya sampai hari kiamat, kemudian Allah akan sempurnakan
pahalanya pada hari kiamat.”[6]
[1] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, (Al-Madinah
al-Munawwarah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikmah, 1413-1993), h. 70.
[2] Nama lengkap Abu Ishaq
asy-Syatibi adalah Ibrahim bin Musa al-Lakhmi al Ghirnathi al-Maliki, beliau
lebih dikenal dengan nama Imam Syatibi dengan karya monumentalnya al-Muwafaqat
fi Ushul Fiqh.
[3] Abdul-‘Aziz bin Abdussalam, Al-Fawaid fi al-Ikhtisar al-Maqashid,
(Dimasyq: Dar al-Fikr, 1461,) juz I, h. 39.
[4] Muslim bin al-Hajjaj Abu
al-Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih
Muslim, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.th), juz 1, h. 28, hadis
No. 46.
[5] Joseph A. Devito, Human Communication, The Basic Course
(New York, Harper Collins Publishers, 1991), h. 6
[6] Ahmad bin Hanbal, Musnad, (Makkah: Maktabah Dar al-Baz,
1414-1993), hadis no. 13392.
Komentar
Posting Komentar